Panduan Bagi Importir

Siapa Sajakah Importir Baru dimaksud ?
·         Badan Hukum (misalnya : Perseroan Terbatas, CV, Yayasan, Koperasi dll)
·         Instansi Pemerintah/Lembaga Negara (minimal level Eselon II)
·         Perguruan Tinggi/Universitas
·         Perwakilan Kedutaan Besar Asing
·         Perwakilan Badan Internasional.
Apa yang dimaksud dengan Kargo ?
Kargo dimaksud adalah proses pengiriman barang melalui moda transportasi udara yang kemudian ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean , yang bukan dikelola oleh PJT atau oleh PT. Pos Indonesia, sementara menunggu penyelesaian lebih lanjut.
 
Barang impor hanya boleh dikeluarkan dari Kargo/TPS setelah selesai kewajiban kepabeanannya.
Apa yang dimaksud dengan PJT ?
PJT (Perusahaan Jasa Titipan) adalah perusahaan yang memperoleh ijin usaha titipan dari instansi terkait serta memperoleh persetujuan untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor Pabean.
Apa Sajakah Persyaratan Untuk Menjadi Importir Yang Mengimpor via Kargo atau Barang Kiriman Melalui PJT >100 kg ?
  1. Mempunyai NPWP (Nomor Pengenal Wajib Pajak) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
  2. Mempunyai API (Angka Pengenal Importir) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (untuk Importir Umum) atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (untuk Importir Produsen) yang masih berlaku sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 27/MDAG/PER/5/2012 jo. 59/MDAG/PER/9/2012 tentang Angka Pengenal Importir
  3. Mempunyai NIK (Nomor Identitas Kepabeanan) yang diterbitkan oleh Tim Registrasi Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui proses registrasi kepabeanan, info lebih lengkap bisa dilihat http://www.beacukai.go.id/index.ikc?page=apps/registrasi-kepabeanan.html
Pengecualian Kewajiban Persyaratan Memiliki API dan NIK
  1. Barang impor sementara
  2. Barang promosi
  3. Barang kiriman
  4. Barang pindahan
  5. Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan
  6. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
  7. Barang hibah, hadiah, untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam
  8. Barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali untuk perbaikan atau pengujian yang jumlahnya paling banyak sama dengan jumlah pada saat diekspor sesuai dgn PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)
  9. Barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali karene ditolak pembeli di LN, yang jumlahnya paling banyak sama dengan jumlah pada saat diekspor sesuai dgn PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)
  10. Barang yang merupakan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang menggunakan anggaran pemerintah
  11. Barang untuk keperluan instansi pemerintah / lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi / lembaga tersebut
  12. Barang perwakilan negara asing / badan internasional dan para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
Importasi barang yang termasuk poin 1-9 dapat dilakukan setelah importir mengajukan permohonan impor tanpa API dan NIK dan telah mendapat persetujuan dari Kepala KPPBC, sedangkan untuk poin 10, 11 dan 12 tidak perlu mengajukan permohonan.
Langkah-Langkah Yang Harus Dilakukan Dalam Mengimpor Barang via Kargo atau Barang Kiriman Melalui PJT >100 kg
  1. Mengetahui Informasi Pos Tarif (HS Code) untuk mengetahui tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor serta perijinan terkait, sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012, info lengkap dapat dilihat di http://eservice.insw.go.id/ menu “HS Code Information”
  2. Memastikan Kelengkapan Dokumen Perijinan Terkait atas barang yang diimpor (Ketentuan Larang dan Pembatasan), contoh :
o    impor barang bukan baru membutuhkan perijinan : Persetujuan Impor dari Kemendag dan Laporan Surveyor dari PT. Surveyor Indonesia/PT. Sucofindo pada saat pemuatannya di negara asal
o    impor obat, makanan, kosmetik, bahan baku obat dan suplemen kesehatan dan pangan olahan harus mendapat perijinan berupa SKI (Surat Keterangan Impor) dari BPOM
o    impor tanaman dan produk hewani harus mendapat perijinan dari Pihak Karantina terkait.
Perijinan/Lartas tersebut harus diunggah ke Portal INSW (Indonesia National Single Window) oleh instansi penerbit untuk dilakukan proses cross check secara sistem dengan data PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Info lengkap tentang Lartas dapat dilihat di http://eservice.insw.go.id/ menu “Lartas Information”.
  1. Meyakini Kebenaran Data Manifest, yakni kesesuaian antara data-data yang tertera di BC 1.1 (data manifest yang dikirimkan oleh Ground Handling Airline ke BC) dengan data AWB, yakni sbb :
o    nomor, merek, ukuran dan jenis kemasan
o    jumlah kemasan serta jumlah barang curah
o    consignee dan/atau notify party
o    penggabungan pos BC 1.1
o    kesalahan data lainnya atau perubahan pos BC 1.1
Jika ada perbedaan antara data yang tertera pada BC 1.1 dengan data AWB, maka Pihak Ground Handling Airline atau Pihak Lain yang bertanggung jawab, harus mengajukan permohonan perbaikan data BC 1.1. kepada Kepala KPPBC TMP  disertai data pendukung, sebelum barang dikeluarkan dari kawasan pabean
  1. Dapatkan Dokumen Pelengkap Pabean atas barang yang dikirim dari LN yakni : AWB (Airway Bill), Invoice, Packing List, Polis Asuransi Dalam atau Luar Negeri, Form SKA (Surat Keterangan Asal) seperti Form D, Form JIEPA, Form AK, Form E dll jika ada
  2. Dapatkan Skep Pembebasan Bea Masuk dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai a.n. Menteri Keuangan atas barang impor sbb :Pasal 25 Undang-Undang No. 10/1995 jo. Undang-Undang No. 17/2006 tentang Kepabeanan
o    barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
o    barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia
o    barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
o    buku ilmu pengetahuan
o    barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
o    barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum
o    barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
o    barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
o    persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara
o    barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara
o    barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan
Pasal 26 Undang-Undang No. 10/1995 jo. Undang-Undang No. 17/2006 tentang Kepabeanan
o    barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal
o    mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri
o    barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu
o    peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan
o    bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan
o    hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin
o    barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai
o    barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum
o    barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga nasional
o    barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah dari luar negeri
o    barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
Info lengkap hubungi Direktorat Fasilitas Kepabeanan Kantor Pusat DJBC no telepon (021) 4890308 ext. 326
  1. Hubungi PPJK (Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk proses transfer data PIB secara elektronik dengan modul PIB ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai. Sebagai informasi, modul PIB hanya dimiliki oleh PPJK dan importir yang mengajukan permintaan untuk mendapatkan modul PIB, dengan memperhatikan tingginya volume importasi. Modul tersebut disediakan oleh Pihak ketiga yakni PT. EDI Indonesia. 
    Importir dapat bekerja sama dengan PPJK yang telah teregistrasi sebagai PPJK, info lebih lengkap dapat dilihat di dilihat http://www.beacukai.go.id/ menu “Publikasi PPJK”.
  2. Lakukan Pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) melalui Bank Devisa Persepsi dengan dokumen SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak). Data SSPCP akan dikirim secara elektronik ke Kantor Kas Negara dan ke SKP, kemudian setelah itu SKP akan melakukan proses rekonsiliasi antara data SSPCP dengan data PIB.
  3. Transfer Data PIB oleh PPJK
  4. Menyerahkan Hardcopy PIB dan Dokumen Pelengkap Pabean ke Loket Penerimaan Dokumen dengan mendapat tanda terima
  5. Proses Pemeriksaan Barang oleh Petugas Pemeriksa Barang
  6. Proses Penelitian Kebenaran Klasifikasi dan Nilai Pabean oleh Petugas Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) sesuai hasil pemeriksaan fisik barang. Jika PFPD menetapkan bahwa self assesment yang diberitahukan di PIB terkait klasifikasi dan nilai pabean adalah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, maka PFPD akan memberikan persetujuan atas pengeluaran barang impor (SPPB); namun jika PFPD menetapkan tarif dan nilai pabean lebih tinggi dari yang diberitahukan di PIB, maka terhadap ketidaksesuaian tersebut, akan dikenakan tambah bayar BM dan PDRI serta sanksi administrasi berupa denda (karena kesalahan nilai pabean), serta harus dilakukan pelunasan terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang)
  7. Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean ke peredaran bebas.
Berapa lama barang impor boleh berada di TPS/Kargo ?
·         Barang impor yang tidak diurus oleh Pemilik Baranmg dalam waktu 30 hari sejak penimbunannya di TPS akan menjadi BTD (Barang Tidak Dikuasai / BCF 1.5) dan akan dipindahkan ke TPP (Tempat Penimbunan Pabean)
·         BTD yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya setelah jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, akan dimasukkan ke Daftar Lelang.
Apakah setelah masuk BTD (BCF.1.5) atau sudah masuk Daftar Lelang tidak bisa dilakukan pengurusan / clearance ?
·         BTD yang belum masuk Daftar Lelang dapat diajukan pembatalan status BCF 1.5-nya dengan mengajukan permohonan pembatalan status barang tidak dikuasai ke Kepala KPPBC , persyaratan untuk mengajukan pembatalan status BCF 1.5 dapat dilihat di sini
·         BTD yang telah masuk Daftar Lelang dapat diajukan pembatalan status BCF 1.5-nya dengan mengajukan permohonan pembatalan status barang tidak dikuasai ke Kepala KPPBC  paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sebelum dilakukan pelelangan pertama

·         Setelah diperoleh persetujuan dari Kepala Kantor, maka barang bisa diurus pengeluarannya ke peredaran bebas setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutang dilunasi.

No comments:

Post a Comment